BANDA ACEH - Kepala Satuan (Kasat) Pembinaan Masyarakat (Binmas)
Polresta Banda Aceh, Kompol Djauhari Iskandar mengatakan, sejak
diterbitkannya Keputusan Bersama Gubernur Aceh, Kepolisian Daerah
(Polda) Aceh, dan Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), nomor 189/677/2011,
1054/MAA/XII/2011, dan B/121/I/2012, aparatur gampong (desa) wajib
menyelesaikan setiap kasus tindak pidana ringan (tipiring) yang terjadi
di gampong, melalui peradilan adat gampong.
Pernyataan itu
disampaikannya dalam sosialisasi “Penitipan Peran Forum Kemitraan Polisi
Masyarakat (FKPM) kepada Lembaga Tuha Peut” di Kecamatan Kuta Alam,
Sabtu (12/5).
Menurutnya, keputusan bersama itu memperluas
kewenangan bagi pemerintah gampong. “Karena, dalam Qanun Nomor 9 tahun
2008 tentang 18 penyelesaian kasus ringan di tingkat gampong yang
disahkan sebelumnya, juga telah memberi peran besar bagi gampong dalam
menyelesaikan setiap kasus yang terjadi di tengah masyarakat,” ujar
Djauhari.
Dia menjelaskan, kewajiban gampong menyelesaikan
setiap kasus tindak pidana ringan (tipiring) yang terjadi di gampong,
melalui peradilan adat gampong, tertera di bagian kesatu.
Bagian
dimaksud berbunyi, sengketa/perselisihan yang terjadi di tingkat
gampong dan mukim yang bersifat ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 dan 15 Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008, tentang pembinaan kehidupan dan
adat istiadat, wajib diselesaikan terlebih dahulu melalui peradilan
adat gampong dan mukim.
Dalam surat keputusan itu turut
dijelaskan bahwa penyelenggaraan peradilan adat gampong dan mukim atau
nama lain di Aceh, dalam memberi hukuman dilarang menjatuhkan sanksi
badan, seperti pidana penjara, memandikan dengan air kotor, mencukur
rambut, mengunting pakaian, serta bentuk lain yang bertentangan dengan
nilai-nilai Islami.
“(sanksi seperti) Itu bukan bagian pembinaan
atau menjadi bagian dari adat gampong. Tapi, itu bagian dari
pelanggaran yang dilakukan aparatur gampong atau mukim. Bahkan tidak
tertutup kemungkinan orang yang melakukannya itu akan berhadapan dengan
proses hukum,” sebut Djauhari, tanpa memberi penjelasan tentang
pembentukan peradilan adat dimaksud, yang memiliki legitimasi hukum
tanpa menimbulkan keraguan dalam pelaksanaannya.(mir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar